Sabtu, 11 Februari 2017

SEMU


Mentari yang menyapa pagi , disini aku mengawali
Masih dalam sunyi , diam sendiri
Kehidupan yang kontras seakan menyita waktu
Dalam diam ini untukmu
Apa aku harus berlari ke hutan, untuk menenangi fikiranku?
Apakah aku harus kepantai untuk berteriak?
Kejam
Semuanya terpejam, bukan matanya tapi hatinya
Ingin berjalan di tepi pantai
Di atas pasir yang disapa ombak , serasa berjalan dalam diam 
Seperti apa yang aku rasakan
Berkhayal nyata tapi semu
Lalu 
Apa aku harus ke hutan, lau ke pantai ?-ksr24-

Minggu, 05 Februari 2017

Mati 'RASA'



Mungkin inikah yang dinamakan rasa . iya ini adalah rasa yang sesungguhnya. Tapi aku tidak tahu harus dinamakan apa rasa ini , entah rasa kesal , benci ataupun hambar.

Dulu aku pernah mencintai habis - habisan ,hingga aku di buang habis - habisan pula , sehingga terus berusaha untuk dapat kembali pada dia. Selalu mencari cara agar dapat bersatu kembali, tapi apa yang aku dapatkan? Nihil hasilnya. Sedikit respon pun tak kunjung ku dapat . Sakit sekali rasanya ,menjalani hari - hari dengan air mata dan senyum palsu. Sedangkan dirinya , seakan lepas bebas berganti hati, dan diriku menumpuk sebukit rasa sakit yang amat dalam.

Tapi aku bersyukur , aku bisa melupakanmu meski dengan waktu yang lama ,dan aku pun lupa bagaimana bisa aku melakukannya. Setelah waktu terus berjalan , semuanya berbalik yang dulu aku sangat menginginkannya tapi sekarang sangat tak menginginkannya lebih-lebih rasa yang sangat tak ingin mengenalinya. Dan dia yang selalu terobsesi seakan memaksaku untuk kembali padanya. Hmm aku bukan orang seperti itu , setelah sepotong hatiku kau bawa dan kau buang ,sepotong nya lagi aku obati hingga utuh kembali tanpa ada namamu. 

Setelah itu aku takut untuk mempunyai rasa suka terhadap seseorang , sehingga tak memperdulikan yang datang , dan suatu ketika rasa takutku kalah dengan rasa nyaman . Aku kembali membuka hati untuk seseorang yang baru ketika aku mendapatkan Rasa nyaman darinya , kami membuka cerita baru, jalinan ini terus berjalan ke jenjang yang serius , tapi sayang jalannya tak sepenuhnya bagus , banyak lobangnya. Jika pun di tambal akan ada lobang yang baru ataupun tambalan tersebut yang rusak lagi. Aku merasa ada petir yang menyambar ,seketika kepercayaanku di rusak. Kemudian rasa sakit itu datang lagi ,lebih dari yang sebelumnya mungkin juga karena sudah kejenjang yang lebih tinggi. Air mata selalu mengalir serta beribu do'a selalu mengudara.

Dan ketika aku terlalu mudah mempercayai seseorang ,sampai seseorang tersebut yang merusak kepercayaan dariku. Aku membuka pintu untuk yang lain , dan ketika hatiku disakiti lagi , tak akan ada rasa sedih lagi bahkan setetes air mata tak kan kubiarkan jatuh. Rasa itu terlalu rumit untuk kuungkapkan dengan kata ,mungkin rasa hambar yang tersisa.-ksr24-

Jumat, 03 Februari 2017

cerpen 'gadis malang yang kuat'


Ada seorang gadis duduk di bawah sebuah pohon nan rindang ,Sendiri.  Dibalik senyumnya,  ada bagian dari dirinya yang terasa amat kosong.  Ia kesepian.  Ia sendirian.
Hingga suatu hari,  datanglah seorang lelaki dengan sepucuk mawar di tangan kiri.  Masih berduri.  Diberikannya mawar itu kepada sang puan.  Gadis itu pun mulai menemukan bagian dirinya yang kosong.  Mulai menemukan warna untuk kanvas hidupnya yang semula hampa.  Mulai menemukan penyebab senyum dan tawanya.
.
.
Berjalanlah mereka bersama.  Bergandeng tangan.  Berbisik ,Bercanda,  Tertawa.  Melintasi jalan setapak.  Di bawah rinai hujan, Diiringi merdunya suara angin.
.
.
Tiba-tiba,  sampailah mereka di sebuah padang tandus.  Gersang.  Dilepaskanlah tangan sang gadis dari genggaman.  Ditinggalkanlah sang gadis berjalan sendirian.  Sang gadis bingung.  Ada apa gerangan?  Sang gadis lalu berteriak, "Wahai tuan,  ada apa gerangan?  Mengapa tiba-tiba kau tinggalkan aku tanpa alasan?  Aku salah apa?"  Pria itu tak menoleh sedikitpun.  Tak ada jawaban.  Gadis itu kembali merasa kesepian.  Dalam tangis,  ia terus menggenggam sepucuk mawar yang diberikan kepadanya Hingga duri-durinya melukai telapak tangannya.  Berdarah.  Terus berdarah sementara air mata tak berhenti menetes di pipinya.  Matanya bengkak.  Tubuhnya pun sekarat.
.
.
Sambil menengadahkan tangan,  ia berujar, "Wahai tuan,  andai kau sudi mendengar.
Jika sekarang sedang kau genggam bara api,  lemparkan saja bara itu ke kepalaku.
Jika sekarang sedang kau pegang sebatang belati,  tusukkan saja belati itu ke tubuhku.
Jika ada perkataan yang ingin kau ucap,  ucapkanlah bila perlu ludahi saja aku.
.
.
Sungguh,  aku tak ingin diperlakukan seperti ini.  Merasa asing lagi saat sudah banyak jalan yang kita lewati.
Merasa sepi lagi saat sudah banyak keramaian yang kita datangi.
Aku salah apa?
Apakah ada kalimatku yang salah?  Potong saja lidahku.
Atau adakah perbuatanku yang salah?  Cambuk saja aku.
.
.
Sungguh,  air mata tak berhenti menetes di pipiku.  Tubuhku meronta.  Hatiku berteriak.  Namun kau,  tetap saja asing.  Tak menoleh sedikitpun.  Tak sudi menatap wajahku dengan mata yang bengkak ini.
.
.
Lalu,  dalam tanya yang tak terjawab,  gadis itu hilang, Sama seperti apa yang diinginkan oleh sang lelaki.
.
.
-THE END-